Pengaruh Bisnis Ritel Terhadap Konsumen



Daftar Isi
Daftar Isi.................................................................................................................................... 1
Bab 1 Pendahuluan.................................................................................................................... 2
1.1  Latar Belakang.............................................................................................................. 2
1.2  Rumusan Masalah......................................................................................................... 3
1.3  Tujuan........................................................................................................................... 3
Bab 2 Pembahasan.................................................................................................................... 4
Daftar Pustaka......................................................................................................................... 11




 




Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Retail adalah kegiatan jual beli baik barang maupun jasa secara langsung kepada konsumen. Konsumen yang membeli barang atau jasa tersebut akan langsung menggunakannya (bukan untuk kepentingan bisnis).
Menurut kamus, pengertian ritel adalah penjualan barang atau jasa kepada masyarakat. Sehingga, dari pengertian ini terlihat bahwa ritel bukan sekedar kegiatan menjual barang nyata kepada konsumen. Namun aktivitas memberikan pelayanan jasa, bisa juga disebut sebagai bagian dari kegiatan ritel.
Pengeritan pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Pengertian ini diharapkan mampu mengubah persepsi masyarakat tentang pemahaman kata ritel. Bahwa pengertian ritel tersebut menunjukkan bahwa segala aktivitas yang terkait dengan perdagangan barang dan jasa, merupakan bagian dari kegiatan ritel.Ada 3 macam retailing yaitu store retail, non store retail dan retail organization.
Industri ritel terus berubah seiring dengan perubahan teknologi, perkembangan dunia usaha, dan tentunya kebutuhan konsumen. Ritel adalah keseluruhan aktivitas bisnis yang terkait dengan penjualan dan pemberian layanan kepada konsumen untuk penggunaan yang sifatnya individu sebagai pribadi maupun keluarga.
Agar berhasil dalam pasar ritel yang kompetitif, peritel harus dapat menawarkan produk yang tepat, dengan harga yang tepat, pada tempat yang tepat, dan waktu yang tepat. Oleh karena itu, pemahaman peritel tehadap karakteristik target pasar atau konsumen yang akan dilayani merupakan hal yang sangat penting.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bisnis ritel adalah 4P yaitu Place,Price,Produck dan Promotion. Oleh karena itu sebelum memulia bisnis ini hendaknya kita harus sudah memahaminya dengan benar untuk memperkecil resiko kerugian.
Komponen produk, harga, tempat, dan promosi atau lebih dikenal dengan 4P (product, price, place, and promotion) dengan menitikberatkan perhatian yang berbeda-beda pada keempat variabel tersebut karena tergantung kepada sipembuat keputusan pemasarannya untuk menyesuaikan dengan lingkungan yang cenderung berubah-ubah yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan mencapai tujuan perusahaan, dimana konsep tersebut berlaku bagi bisnis eceran dengan penekanan pda faktor yang berlainan (McCarthy, 1993).
Pengertian Retailing adalah semua aktivitas yang mengikut sertakan pemasaran barang dan jasa secara langsung kepada pelanggan. Pengertian Retailer adalah semua organisasi bisnis yang memperoleh lebuh dari setengah hasil penjualannya dari retailing ( lucas, bush dan Gresham, 1994).



1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana sejarah bisnis ritel?
1.2.1 bagaimana pengaruh bisnis ritel terhadap para konsumen?

1.3 Tujuan
1.3.1 Dapat mengetahui sejarah bisnis ritel.
1.3.1 dapat mengetahui pengaruh bisnis ritel di terhadap para konsumen.




 

  
Bab 2 Pembahasan
2.1 Pengaruh Bisnis Ritel Terhadap Konsumen
6 tahun yang lalu merebak trend bisnis retail yang menjamur hingga saat ini, yang dimulai dari minimart yang menjual barang kebutuhan sehari, yang dapat kita temukan disekitar daerah rumah / kantor kita. Sehingga pernah kita mendengar perperangan retail terbesar di Indonesia. Semua dimulai dari perkembangan teknologi informasi dan inovasi yang memungkinkan proses pembelian dan penjualan dilakukan dengan alat yang disebut barcode, software penjualan yang canggih dan pelayanan profesional yang terstandarisasi. Perkembangan bisnis retail tentunya tidak hanya akan berakhir sampai disini, seiring waktu berjalan, Peretailan akan terus menerus mengalami inovasi inovasi.
Bisnis ritel di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 kelompok besar, yakni Ritel Tradisional dan Ritel Modern. Ritel modern pada dasarnya merupakan pengembangan dari ritel tradisional. Format ritel ini muncul dan berkembang seiring perkembangan perekonomian, teknologi, dan gaya hidup masyarakat yang membuat masyarakat menuntut kenyamanan yang lebih dalam berbelanja. Ritel modern pertama kali hadir di Indonesia saat Toserba Sarinah didirikan pada 1962. Pada era 1970 s/d 1980-an, format bisnis ini terus berkembang. Awal dekade 1990-anmerupakan tonggak sejarah masuknya ritel asing di Indonesia. Ini ditandai dengan beroperasinya ritel terbesar Jepang‘Sogo’di Indonesia. Ritel modern kemudian berkembang begitu pesat saat pemerintah, berdasarkan Kepres no. 99 th 1998, mengeluarkan bisnis ritel dari negative list bagi Penanaman Modal Asing. Sebelum Kepres 99 th 1998 diterbitkan, jumlah peritel asing di Indonesia sangat dibatasi.
Secara garis besar, usaha ritel yang berfokus pada penjualan barang sehari-hari terbagi dua, yaitu usaha ritel tradisional dan usaha ritel modern. Ciri-ciri usaha ritel tradisional adalah sederhana, tempatnya tidak terlalu luas, barang yang dijual tidak terlalu banyak jenisnya, sistem pengelolaan / manajemennya masih sederhana, tidakmenawarkan kenyamanan berbelanja dan masih ada proses tawar-menawar  harga dengan  pedagang, serta produk yang dijual tidak dipajang secara terbuka sehingga pelanggan tidak mengetahui apakah peritel memiliki  barang yang dicari atau tidak. Sedangkan usaha ritel modern  adalah sebaliknya, menawarkan tempat  yang luas, barang yang dijual banyak jenisnya, sistem manajemen terkelola dengan baik, menawarkan kenyamanan berbelanja, harga jual sudah tetap (fixed price) sehingga tidak ada proses tawar-menawar dan adanya sistem swalayan / pelayanan mandiri, serta pemajangan produk pada rak terbuka sehingga pelanggan bisa  melihat, memilih, bahkan mencoba produk terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk membeli.
Bisnis ritel di Indonesia merupakan lokomitif yang menggerakkan sektor properti dan perdagangan, khususnya yang  berkaitan dengan mall dan sejenisnya. Masuknya peritel asing bisa dijadikan satu momen dan kesempatan guna memperbaiki konsep dan format yang ada saat ini agar  mampu meningkatkan daya saing antarperitel. Tercatat beberapa kecenderungan mengenai industri ritel di Indonesia yaitu meningkatnya jumlah konsumen yang berbelanja di toko modern, terutama konsumen yang  hidup di perkotaan. Peran pemerintah dalam bisnis ritel yaitu pada akhir tahun 2002 pemerintah mengeluarkan Peraturan Daerah agar para pelaku bisnis ritel menyediakan sekitar 10 - 20% ruangnya untuk kegiatan UKM.
Pertumbuhan gerai ritel makanan di hypermarket rata rata 30% per tahun dan supermarket 7% per tahun dan convenience store/mini market sekitar 15%. Pada tahun 2003, penjualan sektor ritel modern makanan dikuasai oleh supermarket 60%, hypermarket 20% dan sisanya 20% oleh convenience store/mini market. Produk bahan makanan (groceries) mendominasi sekitar 67% komposisi penjualan barang perdagangan ritel. Sementara untuk produk non-pangan, penjualan pakaian dan sepatu memberikan kontribusi sebesar 30% barang perdagangan ritel, diikuti penjualan barang-barang elektronik sebesar 12%, dan penjualan produk kesehatan dan kecantikan sebesar 11%. Potensi pengembangan pasar ritel modern di Indonesia masih relatif besar terhadap jumlah populasi penduduk. Jumlah toko ritel modern per satu juta penduduk Indonesia saat ini sekitar 52, lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga lainnya seperti Malaysia 156 toko, Thailand 124 toko, Singapura 281 toko, dan China 74 toko. Jumlah toko ritel modern di Indonesia hanya menempati porsi yang sangat kecil (0,7%) dibandingkan dengan jumlah toko tradisional per satu juta penduduk Indonesia yang mencapai 7.937 toko.
Ada tiga faktor yang dapat mendorong usaha ritel berhasil, antara lain sebagai berikut.
1.      Lokasi Usaha
Faktor utama yang harus diperhatikan dalam memulai atupun mengembangkan usaha ritel adala faktor lokasi. Panduan dalam memilih lokasi usaha ritel yang baik menurut Guswai (2009) adalah sebagai berikut.:
a.       Terlihat (visible)
Lokasi usaha ritel yang baik adalah harus terlihat oleh banyak orang yang lalu lalang di lokasi tersebut.
b.      Lalu lintas yang padat (heavy traffic)
Semakin banyak lokasi usaha ritel dilalui orang, maka semakin banyak orang yang tahu mengenai usaha ritel tersebut.
c.       Arah pulang ke rumah (direction to home)
Pada umumnya, pelanggan berbelanja di suatu toko ritel pada saat pulang ke rumah. Sangat jarang orang berbelanja pada saat akan berangkat kerja.
d.      Fasilitas umum (public facilities)
Lokasi usaha ritel yang baik adalah dekat dengan fasilitas umum seperti terminal angkutan umum, pasar, atau stasiun kereta. Fasilitas umum tersebut bisa menjadi pendorong bagi sumber lalu lalang calon pembeli/pelanggan untuk kemudian berbelanja di toko ritel. Hal ini disebut dengan impulsive buying atau pembelian yang tidak direncanakan.
e.       biaya akuisisi (acquisition cost)
Biaya merupakan hal yang harus dipertimbangkan dalam berbagai jenis usaha. Peritel harus memutuskan apakah akan membeli suatu lahan atau menyewa suatu lokasi tertentu. Peritel hendaknya melakukan studi kelayakan dari sisi keuangan untuk memutuskan suatu lokasi usaha ritel tertentu.
f.        Peraturan/perizinan (regulation)
Dalam menentukan suatu lokasi usaha ritel harus juga mempertimbangkan peraturan yang berlaku. Hendaknya peritel tidak menempatkan usahanya pada lokasi yang memang tidak diperuntukan untuk usaha, seperti taman kota dan bantaran sungai.
g.      Akses (access)
Akses merupakan jalan masuk dan keluar menuju lokasi. Akses yang baik haruslah memudahkan calon pembeli/pelanggan untuk sampai ke suatu usaha ritel. Jenis-jenis hambatan akses bisa berupa perubahan arus lalu lintas atau halangan langsung ke lokasi toko, seperti pembatas jalan.
h.      Infrastruktur (infrastructure)
Infrastruktur yang dapat menunjang keberadaan suatu usaha ritel, antara lain lahan parkir yang memadai, toilet, dan lampu penerangan. Hal tersebut dapat menunjang kenyamanan pelanggan dalam mengunjungi suatu toko ritel.
i.        Potensi pasar yang tersedia (captive market
Pelanggan biasanya akan memilih lokasi belanja yang dekat dengan kediamannya. Menetapkan lokasi usaha ritel yang dekat dengan pelanggan akan meringankan usaha peritel dalam mencari pelanggan.
j.        Legalitas (legality)
Untuk memutuskan apakah membeli atau menyewa sebuah lokasi untuk menempatkan usaha, peritel harus memastikan bahwa lokasi tersebut tidak sedang memiliki masalah hukum (sengketa). Segala perjanjian jual beli maupun sewa-menyewa hendaknya dilakukan di hadapan notaris. Pihak notaris akan memeriksa kelengkapan dokumen sebelum melakukan pengesahan jual beli ataupun sewa-menyewa.

Kesalahan dalam menentukan lokasi usaha ritel dapat memiliki dampak jangka panjang. Peritel harus mempertimbangkan biaya yang sudah dikeluarkan ketika menjalankan usaha ritel seperti pemasangan listrik, jaringan sistem komputer, dan dekorasi bangunan. Memindahkan bisnis ke lokasi yang baru yang dinilai akan lebih menguntungkan juga bukan hal yang mudah karena harus mempertimbangkan barbagai hal, seperti luas ruangan yang dibutuhkan, dekorasi ruangan, perizinan, dan lain sebagainya.

2.      Harga yang tepat
Usaha ritel biasanya menjual produk-produk yang biasa dibeli/dikonsumsi pelanggan sehari-hari. Oleh karena itu, pelanggan bisa mengontrol harga dengan baik. Jika suatu toko menjual produk dengan harga yang tinggi, maka pelanggan akan pindah ke toko lain yang menawarkan harga yang lebih rendah, sehingga toko menjadi sepi pelangaan. Sebaliknya, penetapan harga yang terlalu murah mengakibatkan minimnya keuntungan yang akan diperoleh, sehingga peritel belum tentu mampu menutup biaya-biaya yang timbul dalam menjalankan usahanya.

3.      Suasana toko
Suasana toko yang sesuai bisa mendorong pelanggan untuk datang dan berlama-lama di dalam toko, seperti memasang alunan musik ataupun mengatur tata cahaya toko. Ada dua hal yang perlu di perhatikan untuk menciptakan suasana toko yang menyenangkan, yaitu eksterior toko dan interior toko.
a.       Eksterior  toko, meliputi keseluruhan bangunan fisik yang bisa dilihat dari bentuk bangunan, pintu masuk, tangga, dinding, jendela dan sebagainya. Eksterior toko berperan dalam mengounikasikan informasi tentang apa yang ada didalam gedung, serta dapat membentuk citra terhadap keseluruhan tampilan toko.
b.      Interior toko, meliputi estetika toko, desain ruangan, dan tata letak toko, seperti penempatan barang, kasir, serta perlengkapan lainnya
Jika pelanggan menangkap eksterior toko dengan baik, maka ia akan termotivasi untuk memasuki toko. Ketika pelanggan sudah  memasuki toko, ia akan memperhatikan interior toko dengan cermat. Jika pelanggan memiliki persepsi / anggapan yang baik  tentang suatu toko, maka ia akan senang dan betah berlama-lama didalam toko.
      Selain eksterior dan interior  toko, faktor penting lainnya yang memengaruhi keberhasilan toko adalah pramuniaga. Pramuniaga menentukan puas tidaknya pelanggan setelah berkunjung sehingga terjadi transaksi jual beli ditoko tersebut. Pramuniaga yang berkualitas  sangat menunjang kemajuan toko. Pramuniaga sebaiknya mampu menarik simpati pelanggan dengan segala keramahannya, tegur sapanya, informasi yang diberikan, cara bicara, dan suasana yang bersahabat.


         
 Bauran Ritel memiliki hubungan dengan keputusan pembelian. Loudon dan Bitta dalam Utami (2010:75) menyatakan bahwa “there are several factors influence consumer store choise behavior. They are include store location, physical design assortment, prices, advertising, sales promotion, personel and service”. Dari pengertian dapat diartikan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi konsumen dalam memilih suatu toko, antara lain produk, harga, promosi, layanan, dan fasilitas fisik. Jadi konsumen akan memilih untuk berbelanja di toko tertentu saja, apabila konsumen merasa bauran ritel di toko tersebut sesuai prioritas konsumen.
Konsumen akan memberikan kesan yang baik terhadap suatu toko apabila toko tersebut dapat menyediakan barang yang dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen. Oleh karena itu, peritel harus tanggap terhadap kebutuhan dan keinginan konsumen (Utami, 2010:86).
Terdapat lima faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian yaitu faktor Produk, Harga, Promosi, Fasilitas Fisik, dan, Pelayanan. Faktor Produk, Harga, Promosi, Fasilitas Fisik, dan, Pelayanan memiliki pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap keputusan pembelian. Kelima faktor yang terbentuk memiliki pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap keputusan pembelian. Faktor Harga memiliki pengaruh yang dominan terhadap keputusan pembelian karena memiliki nilai beta peling tinggi.
Masyarakat lebih memilih pasar modern ketimbang pasar tradisional karena cenderung memilih tempat yang nyaman dan bersih. Hingga akhir 2011 ini, telah diperkirakan pengeluaran masyarakat di sektor retail mencapai Rp 120 triliun, di mana sektor makanan dan minuman masih mendominasi. Meskipun pasar modern lebih diminati, tetapi pemerintah tetap diminta untuk memperhatikan pertumbuhan pasar tradisional agar tidak kalah saing. Caranya dengan membenahi infrastruktur pasar tradisional agar bisa mengikuti perubahan gaya hidup masyarakat. Ini sesuatu yang tidak bisa dihindari, terutama di kalangan muda. Budaya yang terpengaruh dengan luar negeri dan metropolis. Jadi, jangan dikotomikan tradisional market dengan pasar modern, tapi harus dilihat semuanya mengarah kepada kebutuhan masyarakat.
Bisnis retail mulai banyak dilirik kalangan pengusaha, sebab memiliki pengaruh positif terhadap jumlah lapangan pekerjaan dan keuntungannya yang menjanjikan, dengan sistem pemasaran format self service. Variabel utama yang menentukan kepuasan pelanggan, yaitu expectations dan perceived performance. Apabila perceived performance melebihi expectations maka pelanggan akan puas, tetapi apabila sebaliknya maka pelanggan akan merasa tidak puas. Dalam beberapa penelitian tentang kepuasan konsumen, ditemukan bahwa kepuasan overall adalah suatu evaluasi global yang terdiri atas kepuasan ataskomponen-komponen atribut dari suatu barang atau jasa (Mittal, Ross. And Baldasare 2001) atau proses (Rust, Zahorik, and Keiningham 1995). Penelitianlainnya dari Czepiel, Resenberg, and Akerele (1974) and Westbrook (1981),mengemukakan bahwa kepuasan atas suatu organisasi merupakan suatuakumulasi, dari sikap yang dihasilkan dari kepuasan terhadap komponen-komponen spesifik, seperti orang dan produk. Sebagai contoh, Westbrook (1981) menunjukkan bahwa kepuasan terhadap pengecer dibangun dari suatu akumulasidari evaluasi secara tersendiri terhadap tenaga penjual, lingkungan toko, produk,dan faktor lainnya.Berdasarkan penjelasan tersebut, maka variabel kepuasan pelanggandiwakili oleh 6 parameter (Semuel, 2006), yaitu : (1) daya tahan produk; (2)kemampuan pramuniaga menangani keluhan; (3) interaksi pegawai yang ramah;(4) ketepatan waktu buka tutup gerai; (5) harapan umum pelanggan; dan (6)kepuasan overall. Kepuasan konsumen yang menciptakan loyalitas pelanggan merupakanfaktor penting dalam kesuksesan perdagangan ritel dan kemampuan toko untuk  bertahan. Pada era pasar modern saat ini, loyalitas dapat ditentukan langsung olehekspektasi pelanggan terhadap produk dan jasa yang ditawarkan, atau juga olehaplikasi bauran pemasaran ritel yang ditetapkan (Omar 1999; Chang dan Tu,2005).        
Dalam pertumbuhan ekonomi banyaknya karyawan baru diikuti oleh pasar ritel disebabkan oleh munculnya permintaan akan barang dan jasa. Sedangkan dalam bidang sosial budaya Masyarakat yang semakin aktif dalam kehidupan sosial akan meningkatkan aktivitas pengadaan barang dan jasa guna memfasilitasi kegiatan mereka.
Usaha ritel memberikan kebutuhan ekonomis bagi pelanggan melalui lima cara, antara lain :
a. Memberikan suplai / pasokan barang dan jasa pada saat dan ketika dibutuhkan konsumen/pelanggan dengan sedikit atau tanpa penundaan. Usaha ritel biasanya berlokasi didekat rumah pelanggan, sehingga pelanggan bisa dengan segera mendapatkan suatu produk tanpa perlu menunggu lama.
b. Memudahkan konsumen/pelanggan dalam memilih atau membandingkan bentuk, kualitas, dan barang serta  jasa yang ditawarkan. Pelanggan mungkin hanya ingin lebih dari sekedar mendapatkan barang yang diinginkan pada tempat yang nyaman. Mereka hampir ingin selalu belanja di mana bisa mendapatkan kemudahan memilih, membandingkan kualitas, bentuk, dan harga dari produk yang diinginkan. Dalam menarik dan memuaskan pelanggan, para peritel biasanya akan berusaha menciptakan suasana belanja yang nyaman.
c. Menjaga harga jual tetap rendah agar mampu bersaing dalam memuaskan pelanggan.
d. Membantu meningkatkan standar hidup masyarakat. Produk yang dijual dalam usaha ritel, tergantung pada apa yang dibeli dan dikonsumsi oleh masyarakat. Upaya promosi yang dilakukan, tidak hanya memberikan informasi kepada masyarakat mengenai beragam produk barang dan jasa, tetapi juga dapat meningkatkan keinginan pelanggan untuk membeli. Hasil akhirnya adalah peningkatan standar hidup dan penjualan produk.
e. Adanya usaha ritel juga memungkinkan dilakukannya produksi besar-besaran (produksi massal). Produksi massal tidak akan dapat dilakukan tanpa sistem pengecer yang efektif dalam mendistribusikan produk yang dibuat secara massal bagi pelanggan.
Peran ritel dalam kehidupan perekonomian secara keseluruhan, yaitu sebagai pihak akhir (final link) dalam suatu rantai produksi, yang dimulai dari pengolahan bahan baku, sampai dengan distribusi barang (dan jasa ) ke konsumen akhir. Industri ritel memberikan satu pandangan hidup untuk jutaan orang yang mencari nafkah dalam sektor perekonomian kita. Peritel memberikan barang dan jasa yang kita semua butuhkan, dari makanan hingga alat elektronik. Sebagian besar peritel meliputi penjualan barang atau jasa dari pihak pembuat, penjual grosir/ partai besar, agen, importir, atau peritel lainnya dan menjualnya kepada konsumen untuk penggunaan pribadi. Harga yang dikenakan untuk barang-barang dan jasa termasuk pengeluaran peritel dan termasuk laba. Setiap tahun, sektor vital dari ekonomi ini menjadi sumber GNP (gross national product) yang tidak bisa dianggap remeh.
Usaha ritel memiliki kelebihan dan kekurangannya dalam kegiatannya. Kelebihan dan kekurangan usaha ritel, antara lain sebagai berikut.
1.       Kelebihan Usaha Ritel
Kelebihan usaha ritel, antara lain :
a.       Modal yang diperlukan cukup kecil, namun keuntungan yang diperoleh cukup besar.
b.      Umumnya lokasi usaha ritel strategis. Mereka mendekatkan tempat wisata dengan tepat berkumpul konsumen, seperti didekat pemukiman penduduk, terminal bis, atau kantor-kantor.
c.       Hubungan antara peritel dengan pelanggan cukup dekat, karena adanya komunikasi dua arah antara pelanggan dengan peritel.
2.      Kekurangan Usaha Ritel
Kekurangan usaha ritel, antara lain :
a.       Keahlian dalam mengelola toko ritel berskala kecil kurang diperhatikan oleh peritel. Usaha ritel berskala kecil terkadang dianggap hanyalah sebagai pendapatan tambahan sebagai pengisi waktu luang, sehingga peritel kurang memperhatikan aspek pengelolaan usahanya.
b.      Administrasi (pembukuan) kurang atau bahkan tidak diperhatikan oleh peritel, sehingga terkadang uang atau modalnya habis tidak terlacak
c.       Promosi usaha tidak dapat dilakukan dengan maksimal, sehingga ada usaha ritel yang tidak diketahui oleh calon pembeli atau pelanggan.
        Dalam hal ini pemerintah mengajak para pengusaha mal dan ritel tak menjual barang ilegal. Pengusaha jangan hanya mencari untung tapi harus memegang prinsip keselamatan, Keamanan, Kesehatan dan Lingkungan (K3L) dalam menjual barang. Langkah awal yang harus dilakukan adalah barang yang dijual di mal ataupun ritel harus yang wajar, barang-barang yang sesuai dengan unsur K3L (Keselamatan, Keamanan, Kesehatan dan Lingkungan). Lokasi toko modrn harus mengacu pada rencana tata ruang wilayah kota/kabupaten dan rencana detail tata ruang kabupaten/kota termasuk peraturan zonasinya. Pendirian toko modern juga wajib memperhatikan jarak lokasi usahanya misalnya dengan pasar tradisional yang telah ada sebelumnya. Peraturan yang mengatur mengenai jarak antara toko modern dengan pasar tradisional di atur dalam peraturan daerah. Selain melalui peraturan presiden, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga turut mengawasi persaingan yang terjadi antara peritel besar/modern dengan peritel kecil/pasar tradisional.
      Pemerintah juga mengajak pelaku usaha ritel yaitu Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) yang saat ini mencapai 20.000 gerai, agar memahami pentingnya menjual barang yang legal dan sesuai dengan ketentuan. Kepedulian terhadap perlindungan konsumen serta pemahaman terhadap hak kekayaan intelektual penting dilakukan. Jangan sampai produk yang tidak sesuai dengan ketentuan itu dijual di tempat kita.
Perbaikan kondisi ekonomi konsumen di tingkat nasional terjadi karena adanya peningkatan kondisi ekonomi konsumen di semua provinsi (33 provinsi), dimana 17provinsi diantaranya (51,52persen) memiliki nilai indeks diatas nasional.
Perkiraan membaiknya kondisi ekonomi konsumen terjadi di semua provinsi di Indonesia (33 provinsi), dimana16 provinsi diantaranya (48,48 persen) diperkirakan memiliki nilai indeks di atas nasional.







Daftar pustaka
http://saefisarwan.blogspot.com/2012/06/pengertian-retail.html
http://www.tempo.co/read/news/2011/12/04/090369845/Bisnis-Retail--Naik-Akibat-Perubahan-Gaya-Hidup
http://olpage.blogspot.com/2013/09/perkembangan-bisnis-retail-indonesia.html
http://ootkhotijah.blogspot.com/2012/04/ritel.html
http://www.ciputraentrepreneurship.com/bisnis-madya/bagaimana-membuka-bisnis-ritel


Pengaruh Bisnis Ritel Terhadap Pendapatan Daerah & Pendapatan Nasional



Daftar Isi
Daftar Isi.................................................................................................................................... 1
Bab 1 Pendahuluan.................................................................................................................... 2
1.1  Latar Belakang.............................................................................................................. 2
1.2  Rumusan Masalah......................................................................................................... 3
1.3  Tujuan........................................................................................................................... 3
Bab 2 Pembahasan.................................................................................................................... 4
Daftar Pustaka........................................................................................................................... 9
















 


Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Retail adalah kegiatan jual beli baik barang maupun jasa secara langsung kepada konsumen. Konsumen yang membeli barang atau jasa tersebut akan langsung menggunakannya (bukan untuk kepentingan bisnis).
Menurut kamus, pengertian ritel adalah penjualan barang atau jasa kepada masyarakat. Sehingga, dari pengertian ini terlihat bahwa ritel bukan sekedar kegiatan menjual barang nyata kepada konsumen. Namun aktivitas memberikan pelayanan jasa, bisa juga disebut sebagai bagian dari kegiatan ritel.
Pengeritan pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Pengertian ini diharapkan mampu mengubah persepsi masyarakat tentang pemahaman kata ritel. Bahwa pengertian ritel tersebut menunjukkan bahwa segala aktivitas yang terkait dengan perdagangan barang dan jasa, merupakan bagian dari kegiatan ritel.Ada 3 macam retailing yaitu store retail, non store retail dan retail organization.
Industri ritel terus berubah seiring dengan perubahan teknologi, perkembangan dunia usaha, dan tentunya kebutuhan konsumen. Ritel adalah keseluruhan aktivitas bisnis yang terkait dengan penjualan dan pemberian layanan kepada konsumen untuk penggunaan yang sifatnya individu sebagai pribadi maupun keluarga.
Agar berhasil dalam pasar ritel yang kompetitif, peritel harus dapat menawarkan produk yang tepat, dengan harga yang tepat, pada tempat yang tepat, dan waktu yang tepat. Oleh karena itu, pemahaman peritel tehadap karakteristik target pasar atau konsumen yang akan dilayani merupakan hal yang sangat penting.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bisnis ritel adalah 4P yaitu Place,Price,Produck dan Promotion. Oleh karena itu sebelum memulia bisnis ini hendaknya kita harus sudah memahaminya dengan benar untuk memperkecil resiko kerugian.
Komponen produk, harga, tempat, dan promosi atau lebih dikenal dengan 4P (product, price, place, and promotion) dengan menitikberatkan perhatian yang berbeda-beda pada keempat variabel tersebut karena tergantung kepada sipembuat keputusan pemasarannya untuk menyesuaikan dengan lingkungan yang cenderung berubah-ubah yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan mencapai tujuan perusahaan, dimana konsep tersebut berlaku bagi bisnis eceran dengan penekanan pda faktor yang berlainan (McCarthy, 1993).
Pengertian Retailing adalah semua aktivitas yang mengikut sertakan pemasaran barang dan jasa secara langsung kepada pelanggan. Pengertian Retailer adalah semua organisasi bisnis yang memperoleh lebuh dari setengah hasil penjualannya dari retailing ( lucas, bush dan Gresham, 1994).



1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana pengaruh bisnis ritel terhadap pendapatan daerah dan pendapatan nasional?

1.3 Tujuan
1.3.1 Dapat mengetahui pengaruh bisnis ritel terhadap pendapatan daerah dan nasional.















Bab 2 Pembahasan
2.1 Pengaruh Bisnis Ritel Terhadap Pendapatan Daerah & Pendapatan Nasional
6 tahun yang lalu merebak trend bisnis retail yang menjamur hingga saat ini, yang dimulai dari minimart yang menjual barang kebutuhan sehari, yang dapat kita temukan disekitar daerah rumah / kantor kita. Sehingga pernah kita mendengar perperangan retail terbesar di Indonesia. Semua dimulai dari perkembangan teknologi informasi dan inovasi yang memungkinkan proses pembelian dan penjualan dilakukan dengan alat yang disebut barcode, software penjualan yang canggih dan pelayanan profesional yang terstandarisasi. Perkembangan bisnis retail tentunya tidak hanya akan berakhir sampai disini, seiring waktu berjalan, Peretailan akan terus menerus mengalami inovasi inovasi.
Bisnis ritel di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 kelompok besar, yakni Ritel Tradisional dan Ritel Modern. Ritel modern pada dasarnya merupakan pengembangan dari ritel tradisional. Format ritel ini muncul dan berkembang seiring perkembangan perekonomian, teknologi, dan gaya hidup masyarakat yang membuat masyarakat menuntut kenyamanan yang lebih dalam berbelanja. Ritel modern pertama kali hadir di Indonesia saat Toserba Sarinah didirikan pada 1962. Pada era 1970 s/d 1980-an, format bisnis ini terus berkembang. Awal dekade 1990-anmerupakan tonggak sejarah masuknya ritel asing di Indonesia. Ini ditandai dengan beroperasinya ritel terbesar Jepang‘Sogo’di Indonesia. Ritel modern kemudian berkembang begitu pesat saat pemerintah, berdasarkan Kepres no. 99 th 1998, mengeluarkan bisnis ritel dari negative list bagi Penanaman Modal Asing. Sebelum Kepres 99 th 1998 diterbitkan, jumlah peritel asing di Indonesia sangat dibatasi.
Bisnis ritel di Indonesia merupakan lokomitif yang menggerakkan sektor properti dan perdagangan, khususnya yang  berkaitan dengan mall dan sejenisnya. Masuknya peritel asing bisa dijadikan satu momen dan kesempatan guna memperbaiki konsep dan format yang ada saat ini agar  mampu meningkatkan daya saing antarperitel. Tercatat beberapa kecenderungan mengenai industri ritel di Indonesia yaitu meningkatnya jumlah konsumen yang berbelanja di toko modern, terutama konsumen yang  hidup di perkotaan. Peran pemerintah dalam bisnis ritel yaitu pada akhir tahun 2002 pemerintah mengeluarkan Peraturan Daerah agar para pelaku bisnis ritel menyediakan sekitar 10 - 20% ruangnya untuk kegiatan UKM.
Pertumbuhan gerai ritel makanan di hypermarket rata rata 30% per tahun dan supermarket 7% per tahun dan convenience store/mini market sekitar 15%. Pada tahun 2003, penjualan sektor ritel modern makanan dikuasai oleh supermarket 60%, hypermarket 20% dan sisanya 20% oleh convenience store/mini market. Produk bahan makanan (groceries) mendominasi sekitar 67% komposisi penjualan barang perdagangan ritel. Sementara untuk produk non-pangan, penjualan pakaian dan sepatu memberikan kontribusi sebesar 30% barang perdagangan ritel, diikuti penjualan barang-barang elektronik sebesar 12%, dan penjualan produk kesehatan dan kecantikan sebesar 11%. Potensi pengembangan pasar ritel modern di Indonesia masih relatif besar terhadap jumlah populasi penduduk. Jumlah toko ritel modern per satu juta penduduk Indonesia saat ini sekitar 52, lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga lainnya seperti Malaysia 156 toko, Thailand 124 toko, Singapura 281 toko, dan China 74 toko. Jumlah toko ritel modern di Indonesia hanya menempati porsi yang sangat kecil (0,7%) dibandingkan dengan jumlah toko tradisional per satu juta penduduk Indonesia yang mencapai 7.937 toko.

Pendapatan daerah adalah semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah yang menambah ekuitas dana lancar yang merupakan hak pemerintah daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah (UU No 33 Tahun 2004). Sehubungan dengan hal tersebut, pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan Daerah merupakan hak Pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode yang bersangkutan. Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah domestik, tanpa memerhatikan apakah faktor produksinya berasal dari atau dimiliki oleh penduduk daerah tersebut, merupakan “Produk Domestik Regional Bruto” daerah bersangkutan. Pendapatan yang timbul oleh karena adanya kegiatan produksi tersebut merupakan “Pendapatan Regional”.
Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian dari faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan produksi di suatu daerah berasal dari daerah lain atau dari luar negeri, demikian juga sebaliknya faktor produksi yang dimiliki penduduk daerah tersebut dapat ikut serta dalam proses produksi di daerah lain atau di luar negeri. Hal ini menyebabkan nilai produk domestik yang timbul di suatu daerah tidak sama dengan pendapatan yang diterima daerah tersebut.
Menurut UU No 33 Tahun 2004 , Sumber Pendapatan Daerah terdiri dari ;
1. Pendapatan Asli Daerah
2. Dana Perimbangan
3. Lain-lain penerimaan yang syah.
Pembangunan Daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, maka dalam hal ini sudah tentu memerlukan dana untuk membiayai pembangunan. Untuk mewujudkan kemandirian daerah dalam pembangunan dan mengurus rumah tangganya sendiri, maka Pemerintah Daerah diberi kesempatan untuk menggali sumber-sumber keuangan yang ada di daerah. Untuk itu Pemerintah Pusat memberikan wewenang kepada Pemerintah daerah (Desentralisasi). Sejalan dengan desentralisasi tersebut, aspek pembiayaannya juga ikut terdesentralisasi. Implikasinya, daerah dituntut untuk dapat membiayai sendiri biaya pembangunannya.
Adapun hubungan Pendapatan Daerah dengan beragam variabel fisik dan sosial ekonomi adalah untuk mengidentifikasikan variabel mana yang mempunyai pengaruh terbanyak terhadap penerimaan Pendapatan Daerah.
Menurut UU No 33 tahun 2004 Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, terdiri dari :
a. Pajak daerah
b. Retribusi daerah
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
            Halim (2004) membedakan 2 (dua) faktor yang memengaruhi Pendapatan Asli Daerah suatu daerah, yaitu Faktor Eksternal dan Faktor Internal. Faktor eksternal terdiri dari investasi, inflasi, PDRB dan jumlah penduduk, sedangkan faktor Internal terdiri dari sarana dan prasarana, insentif, penerimaan subsidi, penerimaan pembangunan, sumber daya manusia, peraturan daerah, sistem dan pelaporan.


          Setiap kegiatan ekonomi dalam suatu negara pasti berkaitan pendapatan
nasional. Tingkat perkembangan ekonomi suatu negara juga dapat dilihat dari pendapatan
nasionalnya. Usaha-usaha pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh setiap negara pasti
diarahkan untuk meningkatkan untuk menstabilkan pendapatan nasional. Pendapatan nasional adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam periode tertentu yang dihitung berdasarkan nilai pasar. Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode, biasanya selama satu tahun.
Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya(Inggris) pada tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat tersebut tidak disepakati oleh para ahli ekonomi modern, sebab menurut pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan nasional. Menurut mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara.
Selain bertujuan untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu negara dan untuk mendapatkan data-data terperinci mengenai seluruh barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara selama satu periode, perhitungan pendapatan nasional juga memiliki manfaat-manfaat lain, diantaranya untuk mengetahui dan menelaah struktur perekonomian nasional. Data pendapatan nasional dapat digunakan untuk menggolongkan suatu negara menjadi negara industri, pertanian, atau negara jasa. Contohnya, berdasarkan pehitungan pendapatan nasional dapat diketahui bahwa Indonesia termasuk negara pertanian atau agraris, Jepang merupakan negara industri, Singapura termasuk negara yang unggul di sektor jasa, dan sebagainya.
Disamping itu, data pendapatan nasional juga dapat digunakan untuk menentukan besarnya kontribusi berbagai sektor perekomian terhadap pendapatan nasional, misalnya sektor pertanian, pertambangan, industri, perdaganan, jasa, dan sebagainya. Data tersebut juga digunakan untuk membandingkan kemajuan perekonomian dari waktu ke waktu, membandingkan perekonomian antarnegara atau antardaerah, dan sebagai landasan perumusan kebijakan pemerintah.
Data mengenai pendapatan nasional dibuat setiap tahun, maka kita dapat membandingkan besarnya pendapatan nasional suatu negara dari tahun ke tahun. Perbandingan tersebut diharapkan dapat memberikan informasi sebagai berikut.
- Ada tidaknya kenaikan/penurunan perekonomian
- Ada tidaknya perubahan struktur ekonomi
- Pertambahan dan pengurangan kemakmuran materiil
- Kenaikan atau penurunan pendapatan per kapita berdasakarn jumlah penduduknya.
Setiap negara memiliki suatu sistem perhitungan pendapatan nasional. Sistem tersebut
merupakan suatu cara mengumpulkan informasi perhitungan terhadap hal-hal sebagai berikut.
a. Nilai berbagai ibarang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara
b. Nilai berbagai jenis pengeluaran atas produk nasional
c. Jumlah pendapatan yang diterima oleh berbagai faktor produksi yang digunakan
untuk menciptakan produk nasional tersebut.



Daftar Pustaka
http://saefisarwan.blogspot.com/2012/06/pengertian-retail.html
http://cnichainstore.blogspot.com/2010/08/sejarah-perkembangan-bisnis-retail.html
http://www.ut.ac.id/html/suplemen/ipem4425/PendapatanAsliDaerah.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Pendapatan_nasional
http://www.mdp.ac.id/materi/2012-2013-2/MJ311/122221/MJ311-122221-559-6.pdf
http://retnohapsarini.blogdetik.com/index.php/2010/11/02/perkembangan-bisnis-ritel-di-indonesia/
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34968/4/Chapter%20II.pdf
http://wardayadi.wordpress.com/materi-ajar/kelas-x/pendapatan-nasional-2/





 

Welcome © 2010. Design By: SkinCorner | Provided By Free Blogger Templates | Freethemes4all.com